Penanganan Covid-19 dinilai Kacau, Epidemiolog UI Sebut Indonesia Tak Ada Upaya Antisipasi

24 Juli 2021, 09:57 WIB
Epidemiolog Universitas Indonesia (UI), Dokter Pandu Riono. /Foto: ANTARA/Cahya Sari//

JURNALSUMSEL.COM - Pandemi Covid-19 sudah berlangsung selama satu tahun lebih di Indonesia.

Covid-19 yang kini menjadi wabah dunia tersebut telah menewaskan banyak orang dalam kurun waktu hampir dua tahun.

Tak hanya Covid-19, Indonesia kini juga dihadapkan pada penanganan varian Delta yang menjadi ancaman baru bagi masyarakat.

Baca Juga: Seleksi CPNS 2021: Ketahui Ini Standar Penilaian Ambang Batas atau Besaran Skor Passing Grade Tes SKD Nanti!

Penanganan Covid-19 di Indonesia pun menjadi sorotan berbagai pihak, lantaran mencatat kasus aktif tertinggi di dunia belakangan ini.

Tak hanya itu, beberapa kasus varian Delta pun sudah mulai menyebar ke seluruh wilayah, yang mana varian ini diklaim lebih berbahaya dan lebih cepat menginfeksi manusia.

Epidemiolog Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengungkapkan bahwa Indonesia telah mengetahui adanya virus Covid varian Delta di Tanah Air sejak awal 2021.

Sebelumnya, artikel ini telah lebih dulu terbit di Pikiran Rakyat dengan judul "Sebut Indonesia Kelimpungan Tangani Covid-19, Ahli Epidemiologi UI Ungkap Masalah".

Baca Juga: 3 Hari Lagi Seleksi CPNS 2021 Ditutup, Buruan Submit Pendaftaran dan Unggah Dokumen Kamu ke Akun SSCASN BKN!

Namun, penemuan varian Covid-19 yang paling berbahaya itu tidak diikuti dengan pengendalian peredaran masyarakat yang konsisten dan ketat.

Menurutnya varian ini muncul akibat pemerintah mengesampingkan penanganan pandemi dibanding faktor lain seperti ekonomi.

Menyinggung persoalan pelonggaran mudik 2021, Epidemiolog UI itu menyebutkan bahwa masifnya mobilitas penduduk yang jumlahnya dua kali lipat dibandingkan tahun lalu, menyebabkan masifnya penyebaran virus ni ke seluruh wilayah Indonesia.

“Sebenarnya virus Delta pada awal bulan Maret ditemukan. Februari, Maret, April, Mei itu masih tidak terlalu besar tapi begitu terjadi mobilitas penduduk yang demikian masif yang dua kali lipat dibandingkan tahun yang lalu, maka terjadilah penyebaran masif ke seluruh wilayah Indonesia,” katanya.

Mengutip informasi dari laman resmi Muhammadiyah, Sabtu, 24 Juli 2021, Pandu Riono menyampaikan bahwa meledaknya kasus di Kudus bersamaan dengan tingginya tingkat kematian yang kemudian, hampir terjadi di seluruh pulau Jawa merupakan konsekuensi dari pelonggaran mudik 2021.

Baca Juga: Peneliti Berhasil Temukan Beberapa Alasan Covid-19 Varian Delta Lebih Cepat Menyebar

Ia menyebutkan bahwa kenyataan tersebut terjadi karena Indonesia tidak memiliki National Response Plan.

“Seharusnya waktu itu, upayanya kalau betul-betul sudah ada tim nasional respon yang baik itu langsung dilakukan karantina wilayah di Kudus atau di Bangkalan, tetapi kita sampai sekarang, mohon maaf bahwa kita nggak punya National Response Plan,” ucapnya.

Menurutnya, ketidaksiapan negara dalam mengantisipasi kasus Covid-19 terlihat sebagai respons yang spontan, tumpang tindih, dan acak-acakan.

“Ya kita nggak punya roadmap bagaimana mengatasi pandemi. Sehingga, setiap respons adalah respons yang spontan, tumpang tindih. Jadi amburadul-lah. Jadi seperti acak-acakan kalau menurut saya. Ada begini langsung begini, ada sesuatu baru bereaksi,” katanya.

Menurutnya, negara jelas terlihat ada upaya untuk mengantisipasi. Pasalnya, untuk menangani pandemi Covid-19 dibutuhkan manajemen yang matang.

Baca Juga: Pekerja/Buruh Mau Dapat Bantuan Subsidi Upah BSU Rp1 Juta? Harap Penuhi 3 Syarat dan Kriteria Ini!

“Tidak mengantisipasi, padahal untuk menangani pandemi ini butuh manajemen. Dari awal, kita harus punya manajemen bagaimana menghadapi pandemi,” kata Pandu Riono.

Selain itu, Pandu Riono turut memberikan kritiknya terkait proses penanganan pandemi di Tanah Air.

“Kenapa demikian? kritikan saya adalah respons perintahnya tidak langsung dikendalikan oleh yang namanya sistem pemerintahan yang memang sudah ada gitu tapi didelegasikan dulu kepada yang namanya gugus tugas. Kemudian, menjadi komite penanggulan ekonomi dan pemulihan ekonomi nasional. Jadi, seperti di ad hoc-kan,” ucapnya.

Ia menyinggung tupoksi dan regulasi yang selama ini menjadi kendala penanganan pandemi.

“Nah ini yang menjadi kendala. Setiap panitia ad hoc itu tidak punya tupoksi yang bagus yang regulasinya sesuai. Padahal ini kesempatan untuk membangun sistem pemerintahan yang andal dalam menghadapi pandemi,” katanya.

Menurutnya, tidak jelasnya komandan dalam penanganan pandemi mengakibatkan program nasional justru lebih banyak yang tidak efektif dan mubazir.***(Mutia Yuantisya/Pikiran Rakyat)

Editor: Aisa Meisarah

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler