Junta Militer Berkuasa di Myanmar, Muslim Rohingnya Takut: Tindakan Kekerasan Berlanjut

14 Februari 2021, 08:00 WIB
Kelompok etnis Rohingnya /Reuters/MOHAMMAD PONIR HOSSAIN/REUTERS

JURNALSUMSEL.COM- Panglima Angkatan Darat Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing sekarang merupakan orang yang mengepalai junta militer baru negara Myanmar.

Kembalinya kekuasaan militer di Myanmar, membuat kelompok Muslim Rohingnya semakin gelisah dan takut.

Pasalnya, Min Aung Hlaing berulang kali mengklaim bahwa tindakan keras diperlukan untuk membasmi pemberontak di negara bagian Rakhine utara.

Menurut Presiden kelompok lobi Organisasi Rohingya Burma Inggris, Tun Khin mengatakan akan adanya potensi terjadinya kekerasan baru di Rakhine setelah pihak militer kembali mengambil alih kekuasaan pemerintahan di Myanmar.

"Ada risiko nyata bahwa (rezim ini) dapat menyebabkan kekerasan baru di Rakhine," ujarnya.

Baca Juga: Sinopsis Parasite: Film Korea Pemenang Piala Oscar, Tayang Perdana Malam Ini di Trans7

Baca Juga: Bekukan Aset hingga Perketat Ekspor, Joe Biden Menyetujui Perintah Sanksi Baru bagi Pelaku Kudeta Myanmar

Seperti diketahui, bahwa muslim etnis Rohingnya di Myanmar sedang dilanda konflik kewarganegaraan.

Saat ini, Muslim Rohingnya semakin gelisah setelah kembalinya para jenderal militer di tampuk kekuasaan.

Muslim Rohingnya telah lama merasakan penyiksaan oleh otoritas militer Myanmar.

Mereka yang merupakan Muslim Rohingnya sebagian besar teraniaya dan menghabiskan bertahun-tahun di kamp pengungsian, tanpa kebebasan bergerak atau akses ke perawatan kesehatan.

Kembalinya militer memimpin pemerintahan Myanmar semakin membuat Muslim Rohingnya di Myanmar semakin takut karena mereka beranggapan kekerasan akan semakin berlanjut.

Baca Juga: Berikan Sanksi Kepada Pemimpin Kudeta Militer Myanmar, Joe Biden: Pelanggaran Terhadap Muslim Rohingnya

Baca Juga: Mengenal Terapi Kognitif Perilaku CBT, Cara Memulihkan Depresi Pasien Covid-19 Rekomendasi Psikiater

Kelompok hak asasi manusia (HAM) bahkan menyebut kelompok minoritas Muslim Rohingnya itu hidup dalam kondisi apartheid.

Muslim Rohingnya masih belum pulih dari tindakan kekerasan militer pada tahun 2017 yang menghancurkan seluruh desanya.

Tak hanya itu, sekitar 750.000 orang Rohingnya melarikan diri melintasi perbatasan ke Bangladesh dengan membawa laporan pemerkosaan dan pembunuhan di luar hukum.

Padahal, kembalinya pemerintahan Myanmar dipimpin oleh warga sipil, Muslim Rohingnya masih mempunyai harapan untuk kembali ke negaranya.

"Di bawah pemerintahan demokratis, kami memiliki sedikit harapan bahwa kami dapat kembali ke rumah lama kami," kata seorang remaja berusia 27 tahun, seperti dikutip Jurnal Sumsel dari AFP.

Baca Juga: Percepat Terciptanya Kekebalan Komunal, Vaksinasi Covid-19 Bagi Masyarakat Umum Akan Dilakukan Per Klaster

Baca Juga: MUI Minta Penguasa Militer Myanmar Laksanakan Rosolusi PBB: Berikan Perlindungan Kepada Rohingnya

Namun, setelah pihak militer Myanmar melakukan kudeta, maka harapan Muslim Rohingnya menjadi pupus.

"Tapi sekarang sudah pasti kami tidak akan bisa kembali," sambung remaja tersebut.

Sebelumnya, otoritas militer Myanmar dan para jenderalnya telah diadili di pengadilan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Para jenderal militer Myanmar tersebut diadili atas tuduhan genosida dari kekerasan tahun 2017 di negara bagian Rakhine utara, tempat mayoritas populasi Rohingya tinggal sebelum melarikan diri.***

Editor: Mula Akmal

Sumber: AFP

Tags

Terkini

Terpopuler