Konflik Iran-Israel Berpotensi Jadi Penyebab Inflasi di RI, Bagaimana Penjelasan Ekonom?

- 15 April 2024, 16:03 WIB
Serangan Udara Bersejarah: Iran Lancarkan Ratusan Drone dan Misil ke Israel
Serangan Udara Bersejarah: Iran Lancarkan Ratusan Drone dan Misil ke Israel /@@Nadira_ali12/

JURNALSUMSEL.COM - Iran resmi melancarkan serangan udara berupa rudal ke wilayah Zionis di Israel pada Minggu, 14 April 2024. Serangan Iran ini merupakan buntut serangan Israel di Gedung Konsulat di Damaskus yang menewaskan sedikitnya tujuh orang pada 1 April 2024 lalu.

Atas serangan tersebut, Israel juga berencana melancarkan serangan balik yang membuat banyak negara terutama pendukung kedua kubu menjadi geram.

Konflik antara Iran dan Israel menjadi sorotan panas saat ini, termasuk oleh Indonesia. Ekonom sekaligus mantan Menteri Riset dan Teknologi RI periode 2019 -2021 Bambang Brodjonegoro mengatakan konflik tersebut dapat berpontensi memicu inflasi di Indonesia.

Kekhawatiran akan peningkatan inflasi ini utamanya disebabkan oleh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) nantinya sebagai imbas dari eskalasi konflik di Timur Tengah.

Baca Juga: Presiden Israel Terkait Serangan Rudal yang dilancarkan Iran: Ini Merupakan Pernyataan Perang

"Saat ini kita punya inflasi agak sedikit di atas target, terutama karena inflasi harga pangan bergejolak, terutama harga beras. Dengan adanya kejadian (konflik) Iran-Israel ini, tentunya bergantung pada seberapa jauh harga minyak akan melonjak," kata Bambang dalam diskusi "Ngobrol Seru Dampak Konflik Iran-Israel ke Ekonomi RI" yang diselenggarakan oleh Eisenhower Fellowships Indonesia Alumni Chapter secara virtual, di Jakarta, Senin.

Bambang memprediksi akan ada tekanan terhadap inflasi Indonesia yang sedikit lebih tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh tiga faktor utama baik dari internal maupun eksternal.

Yang pertama, tingginya inflasi harga pangan bergejolak (volatile food) yang masih menjadi faktor utama terhadap inflasi Indonesia.

Kedua, inflasi pada harga barang yang diatur pemerintah seperti bahan bakar minyak (BBM) serta liquefied petroleum gas (LPG).

Ketiga, inflasi yang berasal dari luar negeri atau imported inflation yang disebabkan kenaikan harga-harga di luar negeri, pelemahan rupiah serta gangguan distribusi global.

"Perkiraan saya kalau mengenai inflasi, ada tekanan inflasi yang akan lebih tinggi," ujarnya.

Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan tingkat inflasi tahunan (year on year/yoy) terakhir pada Maret 2024 sebesar 3,05 persen atau terjadi peningkatan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 102,99 pada Maret 2023 menjadi 106,13 pada Maret 2024.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengakui bahwa harga minyak dapat mencapai 100 dolar AS per barel akibat eskalasi konflik di Timur Tengah saat ini.

"Dengan adanya konflik baru ini, Iran dan Israel, ini (harga minyak) sebetulnya tidak jauh dari angka 100 dolar AS. Saya katakan sependapat, kemungkinan besar harga ICP naik 100 dolar AS (per barel)," ujar Tutuka.

Berdasarkan data yang dimiliki oleh Kementerian ESDM, ICP (Indonesian Crude Oil Price) atau harga patokan minyak mentah Indonesia per 12 April 2024 sebesar 89,51 dolar AS per barel.

Sebelum serangan Iran terhadap Israel, kata Tutuka, harga minyak sudah mengalami peningkatan kurang lebih 5 dolar AS per barel tiap bulannya.

“Kalau kita soroti ICP dari bulan Februari, sebetulnya dari Maret dan April naik terus. Kenaikan kurang lebih 5 dolar AS per bulan,” ujar Tutuka.

Baca Juga: Pasca Kucing disteril, Apa Saja yang Perlu diperhatikan?

Saat ini, kata Tutuka melanjutkan, pemerintah masih menunggu respons dari Israel terkait serangan Iran.

Respons Israel nantinya akan menentukan apakah harga minyak dunia akan meningkat secara berkelanjutan atau spike.

Adapun yang dimaksud dengan spike adalah peningkatan harga secara tajam untuk sementara waktu sebelum kembali turun.

Tak hanya inflasi, eskalasi konflik kedua negara tersebut dapat berimbas pada perubahan target pertumbuhan ekonomi tahun ini dari 5,2 persen menjadi 4,6-4,8 persen.

"Mungkin (pertumbuhan ekonomi) bisa agak terdorong ke bawah, ke 4,6-4,8 persen karena keseimbangan eksternal yang terganggu, ditambah dengan potensi inflasi," ujar Bambang dalam diskusi "Ngobrol Seru Dampak Konflik Iran-Israel ke Ekonomi RI" oleh Eisenhower Fellowships Indonesia Alumni Chapter secara virtual di Jakarta, Senin.

Kendati demikian, Bambang mengatakan bahwa masih ada harapan bagi Indonesia untuk mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi hingga berhasil mencapai 5,2 persen tahun ini.***

Editor: Aisa Meisarah

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x