Bupati Terpilih Sabu Raijua, Orient P Riwu Kore Berstatus WNA, Bawaslu: Ini Belum Pernah Terjadi Sebelumnya

5 Februari 2021, 09:45 WIB
Kolase Bupati terpilih Sabu Raijua Orient P Riwu Kore /Facebook DR. Orient P Riwu Kore

JURNALSUMSEL.COM – Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Fritz Edward Siregar,mengatakan kasus pelanggaran pemilu yang dilakukan bupati terpilih SabuRaijua, Orient Patriot Riwu Kore, merupakan pertama kalinya selama penyelenggaraan Pilkada di Indonesia.

Diketahui sebelumnya, bupati terpilih Sabu Raijua, Riwu Kore memiliki dua kewarganegaraan, yaitu Indonesia dan Amerika pada saat mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah.

Dia mencalonkan diri dalam Pilkada Kabupaten Sabu Raijua 2020 bersama Thobias Uly sebagai calon bupati, dengan mendapat dukungan dari partai Demokrat, PDI Perjuangan, dan Partai Gerindra.   

“Kami memang bertemu dengan persoalan hukum yang belum pernah terjadi selama proses Pilkada,” kata Fritz Edward, dalam keterangan pers dari Gedung Badan Pengawas Pemilu, di Jakarta, Kamis, 4 Februari2021, dilansir dari Antara.

Karena pelanggaran tersebut, Fritz Edward Siregar meminta Menteri Dalam Negeri agar menunda pelantikan Bupati terpilih Kabupaten Sabu Raijua itu.

Baca Juga: Presiden RI Joko Widodo Tidak Akan Membalas Surat AHY Soal Kudeta Kekuasaanya di Partai Demokrat

Baca Juga: Attack on Titan Kolaborasi Dengan Game Free Fire, Aksi Nyata Strategi Penutup di Musim Terakhir

Dia pun menjelaskan alasan Bawaslu merekomendasikan penundaan pelantikan terhadap bupati dan wakil bupati terpilih Sabu Raijua.

Hal tersebut karena pihak-pihak penyelenggara Pilkada masih mengembangkan pembahasan terkait dasar hukum yang dapat disangkakan kepada Riwu Kore. 

Selain itu, tugas-tugas Bawaslu terhadap pengawasan Pilkada berakhir pada saat penetapan kepala daerah terpiliholeh Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang tercantum pada pasal 13 dan pasal 20 UUNomor 10/2016 tentang Pilkada.

“Proses penetapannya sudah selesai dan dokumen juga sudah diserahkan kepada Menteri Dalam Negeri, untuk selanjutnya tahanan pelantikan,” ujarnya.

Pada pasal 23 huruf h  UU Nomor 12/2001, dikatakan bahwa kepala daerah haruslah seorang yang menyandang kewarganegaraan Indonesia.

Baca Juga: Jelang Hari Raya Imlek, Menteri Agama Gus Yaqut Beri Imbauan Ini Untuk Umat Konghucu

Baca Juga: Hari Kanker Sedunia, Ini Berbagai Penyebab dan Gejala Kanker yang Harus Diwaspadai

Selain itu, pada pasal 23 huruf h UUNomor 12/2006 tercantum juga bahwa warga negara Indonesia kehilangan hak kewarganegaraan Indonesia-nya jika memiliki kartu identitas resmi dari negara lain.

Dalam hal pembatalan keterpilihan Riwu Kore sebagai bupati terpilih Sabu Raijua, Fritz Edward mengatakan ada tiga hal yang dapat berkembang dalam diskusi.

Pertama, belum adanya dasar hukum bagi kepala daerah yang telah ditetapkan sebagai pemenang pilkada. Namun, kemudian dibatalkan keterpilihannya karena pelanggaran saat pendaftaran dan verifikasi berkas bakal calon.

Kedua, jika keterpilihan Riwu Kore sebagai Bupati Sabu Raijua dibatalkan, maka akan muncul pertanyaan tentang institusi yang berwenang membatalkan.

“Pertanyaan hukumnya adalah apabila seorang calon yang sudah ditetapkan kemudian dibatalkan, lembaga mana yang berwenang untuk membatalkannya? Apakah Bawaslu, KPU, atau Kementerian Dalam Negeri? Itu juga persoalan hukum yang harus kami lihat,” kata Fritz.

Baca Juga: Panduan dan Cara Mendaftar CPNS 2021 di Portal SSCN, Simak di Sini

Baca Juga: Keluarkan Surat Edaran, Mendikbud Nadiem Makarim Tiadakan UN dan Ujian Kesetaraan di Tahun 2021

Dan yang ketiga, dalam kasus Pilkada Sabu Raijua itu muncul pembahasan terkait siapa yang akan dibatalkan, apakah hanya bupati terpilih atau beserta wakil bupati terpilih.

“Lalu, kalau ada kemungkinan dibatalkan dan ada lembaga yang berwenang membatalkan, siapa yang dibatalkan? Apakah salah satu paslon atau kedua-duanya dapat dibatalkan?,” katanya.***

Editor: Mula Akmal

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler