Meskipun Turki telah secara resmi mendukung perluasan NATO sejak bergabung dengan aliansi yang dipimpin AS 70 tahun yang lalu, penentangannya dapat menimbulkan masalah bagi Finlandia dan Swedia mengingat anggota baru memerlukan kesepakatan dengan suara bulat.
Turki telah berulang kali mengecam Swedia dan negara-negara Eropa Barat lainnya karena penanganannya terhadap organisasi yang dianggap teroris oleh Ankara, termasuk kelompok militan Kurdi PKK dan YPG dan pengikut ulama Islam yang berbasis di AS Fethullah Gulen. Ankara mengatakan Gulenis melakukan upaya kudeta pada 2016.
“Kami mengikuti perkembangan mengenai Swedia dan Finlandia, tetapi kami tidak memiliki pandangan positif,” kata Presiden Tayyip Erdogan kepada wartawan di Istanbul, seraya menambahkan bahwa NATO telah menerima Yunani sebagai anggota di masa lalu.
“Sebagai Turki, kami tidak ingin mengulangi kesalahan serupa. Terlebih lagi, negara-negara Skandinavia adalah rumah bagi organisasi teroris,” kata Erdogan, tanpa memberikan rincian.
"Mereka bahkan anggota parlemen di beberapa negara. Tidak mungkin kami mendukung," tambahnya.***(Donna Lia Suhervina/Lingkar Kediri)