- Vaksin berbahaya, beracun, atau menyebabkan autisme
Facebook mengatakan akan segera memberlakukan kebijakan ini, dengan fokus pada grup, halaman, dan akun yang berbagi konten sesuai dari daftar baru klaim yang ditolak.
Perusahaan juga mengatakan akan mempertimbangkan untuk menghapus sumber postingan sepenuhnya jika mereka menjadi pelanggar berulang.
Facebook mengatakan, bahwa mereka hanya akan memberlakukan perubahan ini selama darurat COVID-19.
Baca Juga: Dana Insentif Kartu Prakerja Gelombang 12 Senilai Rp20 Triliun, Ini Syarat dan Cara Daftarnya
Baca Juga: BLT Guru Honorer Kemenag Sudah Cair 100 Persen, Ini Kriteria Penerimanya
Menurut mereka, mengurangi klaim tersebut bisa menjadi pukulan besar terhadap gerakan-gerakan anti-vaksin di Facebook.
Facebook adalah sumber utama kesalahan informasi vaksin bahkan sebelum pandemi, dan jika menanganinya secara lebih langsung mungkin dapat berdampak berarti pada orang-orang yang mungkin menjadi anti-vaxxers.
dilansir dari The Verge, Profesor UNC, Zeynep Tufekci mencatat pedoman baru Facebook mungkin mencegah percakapan seputar hasil penelitian baru.
Looking at the list, Facebook may have to take down some current real news and public health statements, too. We have ongoing clinical trials with no placebo, for example. (UK heterologous prime boost trial) Also today's reports on ChAdOx1? May need to go under these guidelines. pic.twitter.com/iCCNi6eeBT— zeynep tufekci (@zeynep) February 8, 2021
Keputusan Facebook untuk memperluas apa yang dianggap sebagai COVID-19 dan misinformasi vaksin adalah langkah yang cerdas untuk Facebook.