Jimly Asshiddiqie Mengaku Heran dengan Ide Pemakzulan Presiden Jokowi Menjelang Pilpres 2024

- 18 Januari 2024, 15:35 WIB
 Arsip foto - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie berjalan menuju Gedung II Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, Jumat, 3 November 2023.
Arsip foto - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie berjalan menuju Gedung II Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, Jumat, 3 November 2023. /ANTARA FOTO/Galih Pradipta/

JURNALSUMSEL.COM - Jelang Pilpres 2024, kini ramai perbincangan terkait pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dari para petinggi. Hal ini pun mendapat tanggapan dari mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie.

Jimly, melalui akun resmi Twitternya @JimlyAs, menyampaikan kebingungan dan keheranannya atas ide pemakzulan ini.

"Aneh, 1 bulan ke pemilu kok ada ide pemakzulan presiden. Ini tidak mungkin, kecuali cuma pengalihan perhatian atau karena pendukung paslon, panik dan takut kalah," tulis Jimly pada Minggu (14/1/2024).

Jimly juga mempertanyakan ketersediaan waktu satu bulan yang terlalu singkat untuk mengumpulkan dukungan resmi dari dua pertiga anggota DPR dan MPR. Karena alasan tersebut, Jimly mengajak semua pihak untuk fokus pada kesuksesan Pemilu 2024.
Sementara itu Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto menegaskan bahwa tidak ada gerakan pemakzulan terhadap Presiden Jokowi di DPR.

Airlangga menyatakan bahwa Golkar adalah salah satu partai yang memiliki mayoritas anggota di parlemen. Dia menekankan bahwa tidak ada upaya penggulingan Presiden Jokowi yang terjadi di lembaga legislatif tersebut saat ini.

"Itu tidak ada itu, kan Golkar di DPR, itu tidak ada," kata Airlangga saat ditemui awak media di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), Minggu (14/1/2024).

Menurut Airlangga, saat ini partai yang mendukung pemerintah memiliki persentase sebesar 85 persen. Oleh karena itu, dia menegaskan bahwa tidak ada isu mengenai pemakzulan Presiden Jokowi.

"Tidak ada (gerakan pemakzulan). Partai pendukung pemerintah 85 persen. Jadi itu saya tegaskan," tutur Airlangga.

Tinjauan dari kedua tokoh politik ini mengindikasikan bahwa wacana pemakzulan Presiden Jokowi muncul sebagai taktik politik dan bukan sebagai gerakan legislatif yang serius.

Munculnya wacana pemakzulan terhadap Jokowi dari kelompok-kelompok tertentu tampaknya merupakan respons terhadap ketidakpuasan dan frustrasi dalam ranah politik. Hal ini dapat dianggap sebagai tindakan ekstrem yang diambil sebagai respons terhadap kekalahan yang dianggap tak terhindarkan.

Upaya pemakzulan tersebut lebih mencerminkan perasaan putus asa daripada realitas politik yang sesungguhnya, dan ini menunjukkan pentingnya menjaga pemahaman yang rasional dan dewasa dalam menghadapi dinamika politik yang terus berkembang.

Wacana ini dilihat sebagai usaha untuk mengalihkan perhatian publik menjelang pemilu, mungkin akibat kekhawatiran tertentu dari pihak-pihak yang merasa tidak yakin akan kemenangan mereka.

Jimly Asshiddiqie, dengan latar belakangnya sebagai mantan Ketua MK, menyoroti bahwa proses pemakzulan presiden memerlukan prosedur yang panjang dan ketat, yang hampir mustahil untuk diselesaikan dalam waktu satu bulan menjelang pemilu.

Kedua pernyataan tersebut mencerminkan pentingnya mempertahankan fokus pada pelaksanaan Pemilu 2024 yang adil dan lancar, alih-alih terpengaruh oleh manuver politik yang bisa mengganggu integritas proses demokrasi.

Dengan mayoritas partai di DPR yang mendukung pemerintahan saat ini, wacana pemakzulan tampak lebih sebagai perdebatan politik daripada inisiatif serius.

Hal ini menggarisbawahi pentingnya menjaga stabilitas politik dan kepercayaan publik pada proses demokrasi di Indonesia, terutama menjelang momen penting seperti pemilihan umum.***

Editor: Aisa Meisarah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah