Selain itu, pernikahan beda agama juga melawan konstitusi yang telah dijelaskan pada UUD 1945 Pasal 28 B.
Dalam pasal 28 B (1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. (2) Setiap orang berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
“Dengan perkawinan beda agama maka terjadi pertentangan logika hukum, karena selain beda agama juga berbeda kepercayaan yang dianut oleh calon pasangan suami istri yang dalam kasus ini harus ditolak atau dibatalkan," kata Amirsyah.
Sebelumnya, Para pemohon perkara ini adalah perorangan yang telah melakukan pernikahan beda agama dan berkedudukan di Kota Surabaya, masing-masing bernama Rizal Adikara yang beragama Islam dan Eka Debora Sidauruk yang memeluk Kristen.
Menurut Juru Bicara PN Surabaya Gede Agung keduanya telah melangsungkan pernikahan menurut keyakinan agamanya masing-masing, yaitu secara Islam dan juga Kristen.
Namun, ketika mereka akan mencatatkan pernikahannya di Kantor Dispendukcapil Kota Surabaya ternyata ditolak dengan alasan keyakinan agama yang dianut oleh pasangan ini berbeda.
Selanjutnya oleh pejabat Dispendukcapil Surabaya dianjurkan untuk mendapat penetapan pengadilan negeri di tempat kedudukan hukum para pemohon.
Baca Juga: E-commerce Ini Gelar Festival UMKM Produk Betawi di HUT DKI Jakarta ke-495
"Dengan latar belakang itulah keduanya kemudian mengajukan permohonan di PN Surabaya," ucap Agung.