Angka Kematian Covid-19 dihapus Timbulkan Kritik, Jubir Luhut Binsar Beri Klarifikasi

12 Agustus 2021, 10:00 WIB
Ilustrasi Petugas pemakaman membawa peti jenazah untuk dimakamkan di lokasi pemakaman Covid-19. /Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/wsj/

JURNALSUMSEL.COM - Baru-baru ini pemerintah kabarnya menghapuskan angka kematian dari indikator penanganan Covid-19.

Penghapusan angka kematian akibat Covid-19 tersebut disinyalir menyebabkan kerusakan data.

Sebelumnya, Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan terkait penghapusan angka kematian akibat Covid-19 tersebut diberlakukan di 26 kota dan kabupaten yang turun level saat PPKM.

Baca Juga: Berikut Ini Kondisi atau Komorbid yang Berisiko Tinggi Terkena Covid-19 Berat

Namun, nampaknya kabar penghapusan angka kematian ini mendapat kritikan, lantaran pemerintah dinilai gagal dalam menangani sistem input data.

Menanggapi hal ini, Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Jodi Mahardi menjelaskan perihal tak dimasukkannya angka kematian Covid-19 dalam asesmen level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Jodi Mahardi meluruskan angka kematian Covid-19 bukan dihapus, tapi tidak dipakai sementara waktu.

Sebelumnya, artikel ini telah lebih dulu terbit di Pikiran Rakyat dengan judul "Jubir Luhut Pandjaitan Luruskan Angka Kematian Covid-19 Bukan dihapus: Hanya Tidak Dipakai Sementara".

Baca Juga: Ini Bahayanya Jika Menghangatkan Nasi Seharian

“Bukan dihapus, hanya tidak dipakai sementara waktu karena ditemukan adanya input data yang merupakan akumulasi angka kematian selama beberapa minggu ke belakang, sehingga menimbulkan distorsi atau bias dalam penilaian,” kata dia dalam keterangannya, Rabu, 11 Agustus 2021.

Pemerintah, kata Jodi, menemukan bahwa banyak angka kematian yang ditumpuk-tumpuk, atau dicicil pelaporannya, sehingga dilaporkan terlambat.

“Jadi terjadi distorsi atau bias pada analisis, sehingga sulit menilai perkembangan situasi satu daerah,” ujarnya.

Data yang bias ini menurutnya menyebabkan penilaian yang kurang akurat terhadap level PPKM di suatu daerah.

Baca Juga: Lakukan Hal Ini Jika Ingin Lancar Mengerjakan Ujian SKD CPNS

Namun demikian, Jodi menambahkan bahwa data yang kurang update tersebut juga terjadi karena banyak kasus aktif yang tidak terupdate >21 hari.

“Banyak kasus sembuh dan angka kematian akhirnya yang belum terupdate,” kata dia.

Untuk mengatasi hal ini, Jodi menegaskan bahwa pemerintah terus mengambil langkah-langkah perbaikan untuk memastikan data yang akurat.  

“Sedang dilakukan clean up (perapian) data, diturunkan tim khusus untuk ini. Nanti  akan diinclude (dimasukkan) indikator kematian ini jika data sudah rapi,” bebernya.

Sembari menunggu proses itu, Jodi menuturkan bahwa untuk sementara pemerintah masih menggunakan lima indikator lain untuk asesmen, yakni seperti BOR (tingkat pemanfaatan tempat tidur), kasus konfirmasi, perawatan di RS, pelacakan (tracing), pengetesan (testing), dan kondisi sosio ekonomi masyarakat.***(Julkifli Sinuhaji/Pikiran Rakyat)

Editor: Aisa Meisarah

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler