Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi Ditangkap Militer, Ini Kronologinya

1 Februari 2021, 15:20 WIB
Myanmar Memanas! Ini Kronologi Kudeta dan Penangkapan Aung San Suu Kyi /Foto: Reuters/Franck Robichon/

JURNALSUMSEL.COM- Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi beserta presiden dan tokoh lainnya dikabarkan telah ditangkap oleh pihak militer.

Tentara Myanmar melakukan penggerebekan pada dini hari, Senin, 1 Februari 2021.

Kabar ini juga dibenarkan, Juru bicara partai yang berkuasa di Myanmar, Myo Nyunt yang mengatakan Suu Kyi, Presiden Win Myint dan para pemimpin lainnya telah 'dibawa' pada dini hari.

"Saya ingin memberitahu orang-orang kami untuk tidak menanggapi dengan gegabah dan saya ingin mereka bertindak sesuai dengan hukum," katanya, seperti dikutip Jurnal Sumsel dari Reuters.

Bahkan, Ia menambahkan bahwa dirinya juga diperkirakan akan ditahan oleh pihak militer.

Myo Nyunt mengatakan penangkapan para pemimpin Myanmar itu diduga untuk melakukan upaya kudeta militer.

"Kami harus berasumsi bahwa militer sedang melakukan kudeta," kata juru bicara partai berkuasa Myanmar itu.

Baca Juga: Simak! Begini Tahap Seleksi PPPK 2021 yang Akan Segera Dibuka

Baca Juga: TOKEN LISTRIK GRATIS! Segera Klaim di pln.co.id pada Februari 2021, Begini Caranya

Diketahui, bahwa saluran telepon ke ibu kota Naypyitaw tidak bisa dihubungi pada Senin dini hari.

Tidak hanya itu, juru bicara militer juga tidak menjawab panggilan telepon untuk meminta komentar.

Seorang anggota parlemen NLD, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena takut akan pembalasan.

Ia mengatakan salah satu dari mereka yang ditahan adalah Han Thar Myint, anggota komite eksekutif pusat partai.

Seluruh saluran TV di Myanmar juga seakan dikendalikan oleh pihak militer untuk tidak mengabarkan berita penangkapan tersebut.

TV pemerintah Myanmar mengatakan di Facebook bahwa mereka tidak dapat menyiarkan pada Senin Pagi hari ini.

Penggerebekan itu terjadi setelah militer kuat Myanmar meningkatkan momok melancarkan kudeta.

Kudeta tersebut dilakukan dengan meningkatnya tuntutan untuk penyelidikan atas dugaan penipuan pemilih selama pemilu tahun lalu, yang dimenangkan oleh partai yang berkuasa Aung San Suu Kyi.

Baca Juga: Segera Cek Nama Penerima BST Rp300 Ribu, Caranya Login dtks.kemensos.go.id dan Lengkapi Syaratnya

Baca Juga: Kemenkes RI: Puluhan Juta Vaksin COVID-19 AstraZeneca Diperkirakan Tiba di Indonesia pada Kuartal I

Penggerebekan terjadi hanya beberapa jam sebelum parlemen memulai sesi pertama setelah pemilihan November 2020.

Sebelumnya, juru bicara militer, Mayjen Zaw Min Tun pada pekan lalu mengatakan bahwa panglima militer Min Aung Hlaing yang merupakan orang paling kuat di Myanmar telah menunjukkan 'ketidakjujuran dan ketidakadilan' selama pemilihan.

Namun, ketika didesak tentang kemungkinan kudeta, juru bicara tersebut menolak untuk menarik pembicaraannya, tetapi tidak menutup kemungkinan.

Sampai saat ini, sebagaimana dikutip Jurnal Sumsel dari The Guardian, pihak militer masih memegang peran besar dalam politik Myanmar.

Peran itu diambil untuk mempertahankan kendali atas kementerian-kementerian utama berkat konstitusi yang diatur oleh junta.

Konstitusi itu menentukan perjanjian pembagian kekuasaan yang tidak mudah dengan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi.

Pada pagi hari ini, duta besar Kanada untuk PBB, Bob Rae, mengecam pihak militer karena melakukan perbuatan yang tidak dapat dibenarkan.

Baca Juga: Sinopsis Film Aksi Hollywood Vantage Point, Tayang Malam Ini di Bioskop Trans TV

Baca Juga: Militer Myanmar Tahan Aung San Suu Kyi, Begini Reaksi Negara Lain

Selain itu, John Sifton selaku direktur advokasi Asia di Human Rights Watch mengatakan militer Myanmar tak pernah mundur karena memang telah diatur di dalam junta militer.

“Junta militer yang memerintah Myanmar selama beberapa dekade tidak pernah benar-benar mundur dari kekuasaan sejak awal,” ujarnya.

Menurutnya, kejadian ini memberikan pengertian bahwa kehidupan politik di Myanmar tidak tunduk pada otoritas sipil.

“Mereka tidak pernah benar-benar tunduk pada otoritas sipil, jadi peristiwa hari ini di beberapa pengertian hanya mengungkapkan realitas politik yang sudah ada," lanjut John.***

Editor: Mula Akmal

Sumber: REUTERS theguardian

Tags

Terkini

Terpopuler